sumber gambar |
bahasa yang mengikat kita
dalam persekutuan yang kekal
adalah bahasa yang juga mengurai
wajahmu-wajahku, penyairku
di bulu mataku hari-hari tanggal
terlahir kembali seperti bayi yang putih
mempertemukanku yang bisu
dengan mata jiwamu
dalam pejam, ketika kata
bebas dari belenggu
akulah yang berpaling
dari sepuhan diksi majal
tangan badaiku yang pucat
menyeka gerai jubahmu
di antara waktu
wasangka dan harap
bagai padang tandus
ditinggalkan para musafir
atau kedasih yang mencintai
bulu-bulunya sendiri
aku pernah memuja
duka-sepimu, duhai penyairku
kudamba kata-kata yang khianat
dari duka dan murung puisi
dari sajak yang tergesa lahir
ketika usia menguji bebatuan khayal
dan melerai daun dari dahan jiwaku
yang ringkih
basuhlah segenap tanganku,penyairku
dari perumpamaan dan kiasan
kafankanlah doa ke dalam lubuk jauh
dan makbulkanlah seluruh kenyataan
hidupku-hidupmu yang takterbayar
sebab pada cermin bayang cumalah pendar
dan rasa perih milik genggaman kita
masing-masing, yang menyiagakan diri
berdekapan dengan takut dan
kegamangan
Yogyakarta, 2014
0 komentar:
Posting Komentar